Langsung ke konten utama

TRANSFORMASI BAHASA ARAB DALAM MEMBINA KESALEHAN PESERTA DIDIK

 

TRANSFORMASI BAHASA ARAB

DALAM MEMBINA KESALEHAN PESERTA DIDIK

OLEH: Deni Supriadi, S.S. MA.

ABSTRAK: Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya oleh karena itu peserta didik berkontribusi besar dalam pembelajaran bahasa Arab. Mengingat bahasa Arab merupakan bahasa al-Qur’an dan bahasa al-Hadist maka bahasa Arab memiliki nilai luhur yang tak terbantahkan. Apakah pembelajaran bahasa Arab dapat mempengaruhi terhadap prilaku peserta didik? Mengingat hubungan bahasa dan pikiran adalah satu kesatuan. Tulisan ini, mencoba menyorot tentang “Transformasi Bahasa Arab Dalam Membina Kesalehan Peserta Didik”. Hasil tulisan ini menjelaskan adanya hubungan signifikan antara penggunaan bahasa Arab dan perubahan perilaku positif dalam berbagai aspek.

KATA KUNCI: Transformasi, bahasa Arab, Prilaku, Peserta Didik

A.    Pendahuluan

Bahasa adalah unsur kebudayaan. Ia lahir dari kebutuhan dasar manusia dalam upaya meningkatkan peradabannya. Di samping befungsi sebagai alamat komunikasi antar manusia, juga sebagai alat berpikir, mengungkapkan perasaan, pendukung mutlak dari keseluruhan pengetahuan manusia, sekaligus berfungsi sebagai lambang agama dan pemersatu umat (Nasution, 2017: 37).

Ibnu Jinni sebagai pelopor definisi jenis pertama, mendefinisikan bahwa bahasa adalah bunyi yang dipergunakan setiap komunitas untuk mengungkapkan maksud dan tujuan. Sementara itu, definisi jenis kedua yang baru muncul setelah mendapat pengaruh dari linguistik barat, diwakili oleh Al-Khuli mendefinisikan bahwa bahasa sebagai system yang arbitrer yang mewakili simbol bunyi yang dipergunakan untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaan antar individu yang menggunkan bahasa yang sama (Hidayatullah, 2012: 1-2).

            Bahasa asing (allughah al ajnabiyyah) adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing. Pengertian asing seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi IV 2008: 93) adalah orang atau sesuatu yang berasal dari luar negeri atau luar lingkungan. Pengertian ini mengambarkan bahwa bahasa asing adalah bahasa yang dipakai oleh orang luar negeri atau luar lingkungan pribumi. Lebih jelas lagi, seorang linguis kawakan Sri Utari Subyakto (Nababan, 1993: 3) menggambarkan bahwa bahasa asing adalah bahasa yang digunakan olehorang asing, yakni orang yang ada di luar lingkungan masyarakat dalam kelompok atau bangsa (Hermawan, 2011: 55).

Bahasa Arab merupakan rumpun bahasa Semmit dan sebagai bahasa al-Qur’an yang memiliki magnet magis bagi mayoritas umat Islam. Maka sebagai bahasa al-Qur’an dengan kaidah-kaidah berbahasa seperti nahwu dan shorof, tentunya memiliki keagungan moral dan nilai sastra yang luar biasa dan tak terbantahkan sehingga mempelajari bahasa Arab menjadi sebuah keharusan.

 Setiap bahasa memiliki karakteristik khusus, demikian halnya dalam bahasa Arab. Karakteristik bahasa Arab, antara lain: (1) bahasa Arab amat kaya dengan kosakata dan sinonim; (2) bahasa Arab telah menjadi bahasa dunia internasional sejak tahun 1973; (3) bahasa Arab disebut dengan bahasa al-Quran; (4) dalam bahasa Arab terdapat tashrif dan isytiqoq; (5) dalam bahasa Arab terdapat pola-pola tertentu untuk verb dan nomina dan penggunaan hurf jar (preposisi) yang membuat ungkapan-ungkapan bahasa Arab menjadi jelas, ringkas dan padat; (6) bahasa Arab kaya dengan cara pengungkapan; susunan kata dalam kalimat bisa dirubah dan Jumlah fi'liyah bisa dirubah menjadi jumlah ismiah; (7) bahasa Arab digunakan oleh hampir setengah milyar orang di dunia; (8) bahasa Arab memiliki qowaid yang teratur dan tanpa banyak pengecualian; (9) Adanya sistem إعراب) infection) (Nasution, 2017: 48-50).

Sejak jaman dahulu oleh ahli pikir manusia disebut makhluk yang dilengkapi dengan tutur bahasa (istilah animal rationale berpangkal pada istilah Yunani logos ekhoon : dilengkapi dengan tutur kata dan akal budi) (Peursen, 1991: 4).

Berbahasa dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode semantik dan enkode gramatikal di dalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat enkode fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan dekode fonologi, dekode gramatikal, dan dekode semantik pada pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya (Chaer, 2003: 51).

Menurut Jean Piaget pikiran yang membentuk bahasa, tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa bukan sebaliknya (Chaer, 2003: 54). Sehingga berbicara tidak semata-matamenggunakan kata-kata, melainkan suatu bahasa yang diilhami oleh pikiran dan penalaran.

Bahasa sebagai penjelmaan dari bentuk berpikir dapat juga merupakan alat untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu. Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis (Chaer, 2003: 59). Melalui bahasa manusia bisa berpikir runtut dan sistemis yang membantu manusia mengungkapkan apa yang ada dipikirannya, sehingga pikiran dan bahasa adalah alat untuk berlakunya aksi.

Salah satu yang paling dasar untuk menentukan identitas kita dan untuk memengaruhi cara orang lain memandang diri kita adalah lewat cara kita menggunakan bahasa, bagaimana orang yang menggunakan bahasa untuk membentuk identitas sosial atau juga dari satu identitas sosial bagi diri mereka dan akan membahas tentang bagaimana kelompok-kelompok sosial dan masyarakat menggunakan bahasa sebagai cara untuk menarik anggota kelompok mereka dan menentukan batas-batas kelompok mereka, karena bahasa sangat penting bagi pembentukan identitas dan identitas sosial maka bahasa bisa sangat besar pengaruhnya dalam kendali sosial. Jika anda menganggap diri Anda sebagai bagian dari kelompok atau masyarakat tertentu, maka sering kali itu dilakukan dengan cara menggunakan konvensi-konvensi/ kebiasaan bahasa dari kelompok itu, dan ini tidak hanya terkait dengan kata apa yang anda gunakan tapi juga cara menggunakan dan mengucapkannya. Cara mendefinisikan dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan itu biasanya dikendalikan kelompok dan bukan oleh individu (Thomas & Ibrahim, 2007: 223-224).

Pendidik adalah sebuah unit yang bertanggung jawab penuh dalam mengembangkan kemampuan peserta didik berbahasa Arab aktif. Kurikulum dirancang dan diarahkan pada pengembangan kompetensi komunikasi (al kifayah al ittishaliyah) yang mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar (maharah al-istima’), berbicara (maharah al-kalam), membaca (maharah al-qiraah), dan menulis (maharah al-kitabah). Kompetensi tersebut dimaksud untuk membekali peserta didik agar dapat berkomunikasi dengan native speaker asli dalam berbagai konteks sosial dan kesempatan, dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang dapat diterima baik lisan maupun tulis.

Menurut Jean Piaget, ketika seseorang itu menggunakan bahasa maka dilandasi oleh penalarannya. Yang menjadi pertanyaan besar sekarang, ketika seseorang berbahasa Arab dan berkomunikasi dengan bahasa Arab, apakah memiliki perubahan prilaku mengingat bahasa yang mereka sampaikan adalah bahasa al-Qur’an? Oleh karena itu, kajian ini akan berbicara tentang “Transformasi Bahasa Arab dalam membina kesalihan Peserta Didik yang terfokus pada Hubungan Bahasa Arab dan Prilaku”. Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui transformasi bahasa Arab, karakteristik bahasa Arab, bahasa dan perubahan sosial, Pengertian Peserta Didik dalam Konsep Fitrah, macam-macam prilaku, hubungan bahasa Arab dan prilaku dan Pengertian Peserta Didik dalam Konsep Fitrah

DEFINISI TRANFORMASI BAHASA ARAB

Istilah transformasi adalah salah satu bagian penting dalam aliran tata bahasa transformasi-generatif yang diperkenalkan oleh Noam Chomsky. Aspek-aspek transformasi yang dijelaskan adalah penghilangan (deletional-hazf), penambahan (additional-ziyadah), permutasi (permutational-taqdim dan al-ta’khir), dan penggantian (substitutionibdal). Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan, bahwa (1) penghilangan meliputi penghilangan mubtada’, khabar, “كان ” dan ismnya, fa’il, fi’il pada bab munada, isytigal, dan igra’ wa al-tahzir, (2) penambahan meliputi penambahan pada kalimat negatif dan interogatif, al-‘awamil al-nawasikh pada al-jumlah ismiyyah, penambahan pada bab taukid, istisna’, al-mafa’il, dan hal, (3) permutasi meliputi permutasi pada al-jumlah al-ismiyyah, “كان ”, ism dan khabarnya, al-jumlah al-fi’liyyah, dan permutasi pada bab al-tamyiz, dan (4) penggantian meliputi penggantian pada kalimat pasif (majhul), masdar mu’awwal, dan penggantian pada khabar berupa al-jumlah al-fi’liyyah. T

DEFINISI BAHASA ARAB

Bahasa asing (allughah al ajnabiyyah) adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing. Pengertian asing seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi IV 2008: 93) adalah orang atau sesuatu yang berasal dari luar negeri atau luar lingkungan. Pengertian ini mengambarkan bahwa bahasa asing adalah bahasa yang dipakai oleh orang luar negeri atau luar lingkungan pribumi. Lebih jelas lagi, seorang linguis kawakan Sri Utari Subyakto-Nababan (1993: 3) menggambarkan bahwa bahasa asing adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing, yakni orang yang ada di luar lingkungan masyarakat dalam kelompok atau bangsa (Hermawan, 2011: 55).

Bahasa Arab merupakan rumpun bahasa Semmit juga sebagai bahasa alQur’an yang memiliki magnet magis oleh mayoritas umat Islam sebagai bahasa pengantar agama dan mempelajari bahasa Arab menjadi sebuah keharusan. Maka sebagai bahasa al-Quran dengan kaidah-kaidah berbahasa seperti nahwu dan shorof, tentunya memiliki keagungan moral dan nilai-nilai sastra yang luar biasa dan tak terbantahkan.

Bahasa Arab adalah bahasa yang mulia. Kemuliaan bahasa Arab itu karena kemuliaan al-Quran, karena bahasa Arab itu digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan wahyu Allah swt. Tidak ada kemuliaan di dunia ini kecuali ketika bersama al-Quran. Bulan Ramadhan menjadi mulia karena di dalamnya diturunkan al-Quran. Malam lailatul qadar menjadi lebih mulia dibandingkan dengan malam-malam yang lain karena al-Quran turun pada malam itu. Kota Makkah dan Madinah memiliki nilai kemuliaan melebihi jengkal bumi yang lain karena diturunkan pada dua tempat suci itu (Baharuddin, 2017: 7).

Bahasa Arab juga merupakan bahasa yang indah. Keindahannya sejak awal telah diakui oleh para penyair Arab klasik. Mereka semua tunduk dan bertekuk lutut dihadapan bahasa al-Quran yang belum mereka temukan pada karya sastra manusia manapun. Di era modern ini juga, bahasa Arab telah diakui keindahannya oleh para peneliti orientalis. Sebenarnya yang ingin dimunculkan dari penelitian yang dilakukan oleh orang-orang orientalis itu adalah kelemahan dan kekurangan bahasa al-Quran, namun justru yang mereka dapatkan adalah keindahan dan keunikan bahasa al-Quran itu sendiri (Baharuddin, 2017: 8)

KARAKTERISTIK BAHASA ARAB

Setiap bahasa memiliki karakteristik khusus, demikian halnya dalam bahasa Arab. Karakteristik bahasa Arab, antara lain:

1. Bahasa Arab amat kaya dengan kosakata dan sinonim. Jumlah kosakata bahasa Arab mencapai sekitar 12.302.912. Sementara kosakata bahasa Inggris hanya mencapai 600 ribu, Prancis 150 ribu, dan Rusia 130 ribu.

2. Bahasa Arab telah menjadi bahasa dunia internasional sejak tahun 1973. Bahkan United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) PBB melalui ketetapannya No. 3190, telah menetapkan tanggal 18 Desember setiap tahunnya sebagai hari Bahasa Arab Internasional.

3. Bahasa Arab disebut dengan bahasa al-Quran dan bahasa dhadh. Disebut dengan bahasa al-Quran karena ia diturunkan dengan bahasa Arab. Disebut dengan bahasa dhadh karena nabi Muhammad yang membawa risalah alQuran adalah manusia yang paling fashih menyebutkan huruf dhadh.

4. Dalam bahasa Arab terdapat cara pengembangan bentuk kata yang disebut tashrif dan isytiqoq. Melalui proses tashrif satu kata dapat berbentuk menjadi beberapa kata lain yang sejenis dengan kata dasarnya, seperti tasrif fiil madi, fiil mudhari’ dll. Sementara proses isytiqoq akan melahirkan sejumlah bentuk kata yang berbeda-beda jenisnya.

5. Dalam bahasa Arab terdapat pola-pola tertentu untuk verb dan nomina dan penggunaan hurf jar (preposisi) yang membuat ungkapan-ungkapan bahasa Arab menjadi jelas, ringkas, dan padat.

6. Bahasa Arab kaya dengan cara pengungkapan; susunan kata dalam kalimat ,في الفصل خالد menjadi dirumah bisa خالد في الفصل :misalnya, dirubah bisa dan Jumlah fi'liyah bisa dirubah menjadi jumlah ismiah, misal: ألاستاذ حضر bisa dirumah menjadi حضر ألاستاذ.

7. Bahasa Arab digunakan oleh hampir setengah milyar orang di dunia.

8. Tidak seperti kebanyakan bahasa di dunia ini, bahasa Arab memiliki qowaid yang ajek (teratur dan tanpa banyak pengecualian). Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu kendala paling menyulitkan peserta didik dalam belajar suatu bahasa asing adalah banyaknya pengecualian. Pengecualian dalam sistem penulisan misalnya, terdapat dalam bahasa Perancis, dan dalam ucapan terdapat dalam bahasa Inggris. Sehubungan dengan itu, Muhammad al-Farisi mengatakan bahwa bahasa Arab akan mudah dipelajari bila peserta didik menguasai/hafal qowaid dan terampil dalam penerapannya lebih mudah daripada harus menghafal kata-kata, cara penulisannya, cara pengucapannya, dan lebih mudah dari pada harus menghafal fiil-fiil yang bentuknya tak beraturan, seperti yang terdapat di dalam bahasa-bahasa Barat.

9. Adanya sistem إعراب) infection), yaitu perubahan bunyi atau bentuk akhir suatu kata tergantung kepada fungsinya dalam kalimat atau aturan susunan kata dalam kalimat sehingga jelas fungsi dan harkat akhirnya

Satu hal lain yang menjadi ciri khas bahasa Arab yang menjadikannya berbeda dengan bahasa-bahasa di Eropa, juga bahasa yang lain, bahwa dalam bahasa Arab ada sebuh slogan: "Memahami untuk membaca, bukan membaca untuk memahami" Artinya, seorang yang ingin membaca teks teks Arab dengan baik (terutama dalam membaca bentuk kata dan i'rab) dipersyaratkan mempunyai pemahaman yang memadai tentang materi/jalan cerita yang terkandung dalam bahan bacaan (Nasution, 2017: 48-50).

Pengertian Peserta Didik dalam Konsep Fitrah

Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:

من طلب علما فادركه كتب الله كفلين…….( رواه الطبرنى )

“Siapa yang menuntut ilmu dan mendapatkannya, maka Allah mencatat baginya dua bagian”. (HR. Thabrani)

Namun secara definitif yang lebih detail para ahli telah menuliskan beberapa pengertian tentang peserta didik. Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memilki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.

Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ                                                                                                        

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".

Dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap, cara berpikir dan bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga sebagai homo educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas kepribadian yang utuh.

Abu Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu.

 

BAHASA DAN PERUBAHAN SOSIAL

Transformasi sosial diartikan sebagai perubahan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan, seperti tata nilai, pranata sosial, wawasan, cara berpikir, atau kebiasaan yang telah lama terjadi di masyarakat dan sebagainya (Dahlan, 1994:1).

Perubahan tersebut ada kalanya sangat mendasar, tetapi bisa juga bersifat umum. Transformasi sosial bukan sekedar perubahan seperti disebutkan di atas, melainkan juga perubahan mutu kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi masyarakat. Tulisan ini akan membahasa bagaimana kaitan Bahasa dengan transformasi (baca: perubahan) sosial.

Bahasa erat kaitannya dengan perilaku sosial masyarakatnya (tradisi-tradisi yang berlaku di suatu daerah). Di mana ada kehidupan sosial, disitu terdapat bahasa. Oleh karenanya, makna terdalam dari sebuah ungkapan tidak bisa dipahami semata dengan mengandalkan logika dan makna gramatikal serta semantikal, melainkan juga pada situasi psikologis, sistem nilai yang dianut serta imajinasi yang melatarbelakangi munculnya sebuah ungkapan atau karya tulis. Dengan kata lain, “Jangan tanyakan apa makna sebuah kata, tetapi lihat dan amati, dalam konteks apa sebuah kata digunakan” (L. Wittgenstein).

Lebih lanjut, setiap teks pasti juga dilatari oleh sebuah tradisi, apa yang dinamakan teks al-Quran dan al-Hadits adalah sebagian saja dari realitas keislaman yang dibangun oleh Nabi Muhammad dan para sahabat, sehingga pemahaman terhadap teks al-Quran dan Hadits harus mempertimbangkan aspek social pada waktu itu. Kalau dicabut dari aspek sosialnya maka akan terjadi distorsi informasi atau bahkan salah paham (Rahardjo & Kholil, 2008: 121).

MACAM-MACAM PERILAKU

Prilaku yang dimaksud dalam pembahasan ini, yaitu emosi. Adapun emosiemosi di dalam al-Quran sebagai berikut:

1.      Emosi Senang Emosi Senang/ bahagia umumnya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang membuat kesenangan dalam hidup. Davidoff (1987: 342) menulis,“we define happiness as overall satisfaction with life.” Perasaan senang yang meliputi cinta, puas, gembira, dan bahagia adalah kondisi-kondisi yang senantiasa didambakan oleh manusia. Segala daya upaya dikerahkan untuk mencari dan memperoleh apa saja yang membuat kita senang. “Happiness is an emotion we all seek,” demikian tulisan Santrock (1988:400) menjelaskan tentang salah satu bentuk emosi dambaan manusia

Al-Quran memang menyatakan bahwa manusia umumnya memiliki kecenderungan (predisposisi) tertarik pada lawan jenis, senang pada keturunan, harta yang melimpah, kendaraan mewah, dan kekayaan lainnya (3:14). Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua orang sejalan dengan predisposisi ini. Tercatat dalam sejarah bahwa para sufi dan orang-orang zuhud (asceticism) lebih menikmati kehidupan dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) dan menjauhi urusan duniawi. Rabi'ah al Adawiyah, misalnya, bersedia melepaskan semua atribut keduniawiannya dan menukarnya dengan menumpahkan seluruh emosi cintanya kepada Tuhan (al-hubb al ilahi), sehingga tiada tempat lagi dalam dirinya untuk menerima sesuatu selain cinta Allah. Tidak ada lagi kesenangan selain merasakan cinta-Nya Attar, 1983:64)

2.      Emosi Marah

Marah adalah emosi yang paling populer dalam percakapan sehari-hari, bahkan kerap dinamai “emosi” dalam arti peyoratif. Banyak prilaku yang menyertai emosi marah, mulai dari tindakan diam atau menarik diri (withdrawal), hingga tindakan agresif yang bisa mencederai atau mengancam nyawa orang lain. Pemicunya juga sangat beragam, dari hal-hal yang sangat remeh hingga yang memberatkan

Secara general, faktor kemunculan amarah bisa diklasifikasikan ke dalam dua segmen: bersifat ekternal dan internal. Faktor eksternal adalah stimuli yang datang dari luar diri kita, baik lingkungan sosial maupun alam sekitar seperti cuaca, gangguan alam, atau yang lainnya. Sedangkan faktor internal adalah apa yang datang dari dalam diri manusia sendiri (faktor personal). Kemarahan orang yang tempera mental, misalnya, tidaklah selalu dipicu oleh setting sosial atau faktor alam, melainkan oleh karakternya yang memang temperamental. Sekalipun sifat marah menjadi ciri khas manusia dan semua makhluk, namun potensi marah juga dimiliki Tuhan

Pada umumnya emosi marah pada manusia dikenali melalui perubahan raut muka (merah padam), nada suara yang berat, anggota badan bergetar, atau sedia menyerang. Tanda-tanda ini tidak selalu sama pada setiap orang. Ada orang sangat marah tapi tidak menunjukkan agresivitas tinggi, atau gejalanya sengaja ditutup-tutupi karena alasan tertentu.

3.      Emosi Sedih

Selain diliputi perasaan senang dan marah, manusia juga dirundung kesedihan. Banyak hal yang bisa membuat orang bersedih: kegagalan, kesulitan, kecelakaan, kematian dan sebagainya. Manusia tampak bahagia tatkala mendapat nikmat, dan berduka ketika kesulitan atau musibah menimpa. Begitulah kehidupan terjadi silih berganti (3:140). Ekspresi yang paling lazim dari sebuah kesedihan ialah bercucurnya air mata dan menangis (juga tertawa) merupakan bawaan (naluri gharizah) manusia yang dikaruniakan Allah sejak lahir. Surat 53:43 menjelaskan “Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.

Kesedihan tak pernah diharapkan oleh manusia normal, tapi ia juga tak akan hilang dari hiruk pikuk kehidupan manusia. Rasulullah saw. sendiri pernah mengalami kesedihan bertubi-tubi, yaitu ketika ditinggal mati oleh orang-orang yang dikasihinya (kejadian ini dikenal dalam sejarah sebagai “am al-huzn” (tahun kesedihan, sekitar 619 M).

Penggambaran emosi sedih di dalam al-Quran, seperti halnya emosi-emosi lain, berbarengan dengan aneka peristiwa yang dialami manusia dalam melakukan hubungan intrapersonal, dan metapersonal. Allah selalu berharap agar manusia tidak mudah bersedih, terutama terhadap nasib orang-orang yang tak mau beriman. Dengan iman yang ada di dada, manusia seharusnya membuang jauhjauh kesedihan dan kekhawatiran atau ketakutan.

4.      Emosi Takut

Takut merupakan salah satu emosi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena berperan penting dalam mempertahankan diri dari seabreg persoalan yang bisa mengancam kehidupan. Rasa takut akan mendorong kita untuk mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari bahaya yang mengancam kelangsungan hidup.

Emosi takut manusia dalam penuturan Al-Quran memiliki skala yang cukup luas. Tidak terbatas pada ketakutan di dunia, semisal ketakutan pada kelaparan, kehilangan jiwa dan harta, bencana alam, kematian, dan sebagainya, tapi juga ketakutan pada kesengsaraan di akhirat. Hal ini menjadi pembeda yang tegas antara orang beriman yang percaya dengan kehidupan akhirat dengan yang tidak. Implikasi dari perbedaan ini tampak dalam cara pandang terhadap kematian. Bagi orang beriman, hilangnya nyawa adalah persoalan sekunder dibanding mempertahankan keyakinan agama (al din). (Lihat pula surat 4:95; 8:72; 9:20, 41, 44, 81, 88; 49:15; 61:11).

Namun, bagi orang beriman, ketakutan menjadi modal untuk menggapai maqam yang lebih tinggi di hadapan Allah. Firman Allah di dalam surat 2:155 (lihat juga 16:112). Kemunculan rasa takut pada umumnya dipicu oleh keinginan yang menggebu-gebu untuk hidup selamanya di dunia, sekalipun kematian merupakan keniscayaan (lihat misalnya surat 3:185; 21:35; 29:57; 4:78). Oleh karena itu, Allah memperingatkan manusia agar bernyali menghadapi maut, karena maut hanyalah peralihan dari kehidupan temporal menuju kehidupan yang eternal.

Kalau kita telusuri lebih jauh, sebenarnya dalam diri manusia terdapat mekanisme pertahanan diri yang bertindak sebagai perisai dari segala ancaman. Sehingga, manusia mempunyai kemampuan untuk menghindar sebagai langkah pertahanan diri. Tindakan menghindar ini tidak selalu didasari oleh kesengajaan, tapi juga bisa karena refleks yang bersifat spontan. Dengan demikian, manusia akan selalu melakukan adaptation (adaptasi, penyesuaian diri dengan lingkungan) atau adjustrment (penyesuain lingkungan menurut yang dikehendaki), terutama terhadap hal-hal yang berpotensi mengancam jiwa.

5.      Emosi Benci

Mekanisme pertahanan hidup manusia melahirkan berbagai tingkah laku dan jenis emosi. Emosi benci, seperti halnya emosi takut, membuat manusia melestarikan hidupnya. Hanya saja, emosi benci terkadang tidak tepat sasaran. Ada hal-hal yang sering dibenci, tapi malah membawa manfaat atau sebaliknya, disenangi tapi membawa kesengsaraan (2:216; 4:19)

Emosi kebencian dan ketidaksenangan manusia, sebagaimana tergambar dalam al-Quran, umumnya mengarah kepada kebencian terhadap kebenaran yang datang dari Allah berupa wahyu itu sendiri keharusan untuk taat, berjihad, berinfak dan seterusnya. Tema-tema kebencian dalam al-Quran terhitung sangat sedikit dibanding tema-tema antonimnya, semisal kesenangan. Hal ini menunjukkan betapa pendekatan al-Quran cenderung menggunakan pendekatan reward (ganjaran, targhib) daripada punishment (hukuman, ancaman, targhib). Ungkapan al-Quran hanya menyatakan bahwa rahmat Allah meliputi segala sesuatu" (7:156; 40:7), atau ungkapan dalam hadist "sungguh rahmat Allah mengalahkan amarahnya" dan sama sekali tidak ditemukan ungkapan "kebencian Allah meliputi segala sesuatu" atau "murka Allah mengalahkan rahmatnya”.

6.      Emosi Heran dan Kaget

Emosi heran dan kaget berada pada garis kontinum yang sama. Heran berawal dari terjadinya sesuatu di luar apa yang dibayangkan. Sedangkan kaget bermula dari sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Intensitas emosi pada kaget lebih dalam dibanding emosi pada peristiwa heran. Akibatnya, perubahan fisiologis pada emosi kaget juga lebih tinggi, seperti denyut jantung yang lebih cepat, pernapasan yang berat, dan sebagainya. Emosi heran dan kaget diperlukandalam konstelasi kehidupan manusia, karena keduanya membawa peringatan terhadap sesuatu yang bisa mengancam kehidupan. Di dalam al-Quran, ekspresi heran dan kaget muncul dalam sejumlah ayat sebagai fenomena yang sering menggelayuti kehidupan manusia. Bahasa yang sering dipakai al-Quran adalah ‘takjub’ yang sudah dikonversikan ke dalam bahasa Indonesia

HUBUNGAN BAHASA ARAB DAN PRILAKU

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kadar mengenai hubungan bahasa Arab dan prilaku berbahasa Arab adalah deskriptif kualitatif. Analisis data diskriptif kualitatif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data variabel yang di peroleh dari data kuisoner minat belajar bahasa Arab dari subyek yang diteliti.

Data-data yang diperoleh dalam penelitian disajikan dalam tabel tentang minat belajar bahasa Arab sepeerti

1. 80% belum pernah mempelajari bahasa Arab sebelumnya

2. 70 % merasa senang dalam belajar bahasa Arab

3. 30% merasa marah dalam belajar bahasa Arab

4. 40% merasa sedih dalam belajar bahasa Arab

5. 35% merasa takut dalam belajar bahasa Arab

6. 10% merasa benci dalam belajar bahasa Arab

7. 75% heran dan kaget dalam belajar bahasa Arab

8. 85% merasa religious dengan mempelajari bahasa Arab

9. 90% hasil yang dicapai dalam perilaku positif berbahasa Arab

10. 93% merasa santun dengan mempelajari bahasa Arab

Jadi, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung, bahasa Arab bisa mempengaruhi terhadap prilaku mereka. Karena di awal-awal itu sebelum mahasiwa belajar bahasa Arab itu ada semacam pengantar. Untuk apa kita belajar bahasa Arab dan apa dasarnya kita belajar bahasa Arab? Jadi, jika dari sisi perilaku mestinya ada banyak perubahannya, apalagi peserta didik yang pertama diajarkan itu spiritual dan keagungan akhlak. Jadi, bahasa Arab itu jika dihubungkan dengan yang dua itu sangat berpengaruh tidak bisa dipisahkan, apalagi dikuatkan dengan hadis nabi bahwa bahasa Arab itu bahasa al-Quran, bahasa Arab itu bahasa ahli surga. Itu minimal mesti ada untuk menumbuhkan spiritual dan akhlak mereka itu. Jadi, ketika belajar bahasa Arab dengan belajar ilmu-ilmu umum itu berbeda dalam mengawali meletakkan buku-bukunya itu beda ada nilai tersendiri.

 

 

 

 

Kesimpulan

Bahasa adalah unsur kebudayaan. Ia lahir dari kebutuhan dasar manusia dalam upaya meningkatkan peradabannya. Bahasa juga diartikan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berkomunikasi. Di samping befungsi sebagai alat komunikasi antar manusia, juga sebagai alat berpikir, mengungkapkan perasaan. Penafsiran tentang bahasa memiliki ragam pengertian, namun secara umum bahasa dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang digunakan sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun tulisan untuk menyampaikan ungkapan dan pesan kepada orang lain. Bahasa Arab merupakan sebuah sistem kompleks dalam diri manusia dan simbol yang bersifat arbitrer yang berfungsi untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Bahasa Arab bisa berdampak kepada perilaku menjadi lebih positif, lebih religious, dan lebih santun, karena setiap individu dapat menyambungkan materi dengan nilai-nilai moral. Secara tidak langsung ada perubahan perilaku dari sebelum dan sesudah mengenal bahasa Arab.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR RUJUKAN

 Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Baharuddin, Uril. 2017.

Rekontruksi Pengembangan Pendidikan Bahasa Arab. Sidoarjo: CV Lisan Arabi.

Nasution, Saahkholid. 2017. Pengantar Linguistik Bahasa Arab. Sidoarjo: CV Lisan Arabi. Hidayatullah, Moch. Syarif. 2012. Cakrawala Linguistik Arab. Tangerang Selatan: Al Kitabah. Peursen, C. A. Van. 1991. Orientasi di Dalam Filsafat: Terj. Dick Hartoko. Jakarta: PT. Gramedia. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakrta: PT. RINEKA CIPTA.

Thomas, Linda, dan Shan Ibrahim. 2007. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahardjo, Mudjia, dan Kholil R. 2008. Sosiolinguitik Qurani. Malang: UIN Malang Press

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMIKIRAN TAFSIR ABU HAYYAN AL-ANDALUSI DALAM AL-BAHR AL-MUHITH

Oleh H. Ahmad Ridla Syahida, Lc., M.Ag. ridla.ars@gmail.com Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Arab STAI Al-Ma’arif Ciamis BAB I PENDAHULUAN Bagi kaum muslimin, Al-Quran selain dianggap sebagai kitab suci ( scripture ), ia juga merupakan kitab petunjuk (QS. Al-Baqarah:2). Oleh karena itu, ia selalu dijadikan rujukan dan mitra dialog dalam menyelesaikan problem kehidupan yang mereka hadapi. Al-Quran benar-benar bukan hanya menempati posisi sentral dalam perkembangan ilmu-ilmu keislaman, melainkan juga menjadi inspirator dan pemandu gerakan dan dinamika umat islam sepanjang kurang lebih empat belas abad yang lalu. Hingga kini gema keagungan Al-Quran masih dirasakan pengaruhnya oleh setiap jiwa insan qurani. Bagaimana sejarah mencatat bahwa umat islam pada masa awal tidak hanya membaca Al-Quran, tetapi mampu memahami dan mengkontekstualisasikan Al-Quran kedalam nilai-nilai praktis, menjadi etos kerja, dan etos berperadaban yang tinggi.Tidaklah salah jika Al-Quran menjadi sala...

ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS

  ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS               Oleh : Deni Supriadi, S.S, M.A.                 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MA’ARIF CIAMIS Jl. Umar Saleh Imbanagara Raya Ciamis 46211 Telp./Fax. (0265) 772589 E-mail: stai_almaarif@yahoo.co.id 2020 ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS       Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk untuk memperoleh gambaran tentang Analisis Kompetensi Profesional Guru Bahasa Arab saat Mengajar di SMA Negeri 1 Ciamis . Metode yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan angket. Teknik analisis data   menggunakan analisis deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil peneliti...

Apa yang Akan Kamu Perbuat untuk Bangsa, Negara dan Agamamu?

Oleh : Muhammad Fahril Hilmi* "Apa cita-citamu nak?", Kata-kata ini sering kali diucapkan oleh seorang guru pada muridnya. Pertanyaan yang sangat menarik untuk dijawab murid-murid yang belum mengerti betapa keras usaha yang dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah cita-cita. Realistis saja, sekarang sudah banyak terjadi. Akibat persaingan yang semakin ketat, ingin menjadi polisi namun hasilnya tak sesuai yang diharapkan, menjadi guru juga tak sesuai dengan apa yang diharapkan, begitu juga profesi lainnya, dari politikus hingga pemimpin negara. Tidak ada cita-cita yang dapat terwujud tanpa digapai dengan kerja keras, baik melalui sistem yang teratur dan sesuai prosedur maupun melalui proses cepat dengan jasa orang dalam yang kelak keduanya akan kembali kepada kualitas pribadi seseorang. Cobalah kita fokus ke cita-cita yang tak sampai. Penulis yakin ini adalah kejadian yang tidak jarang dialami oleh generasi yang punya cita-cita setinggi langit. Sudah tentu penyebab...