Pada entri pertama ini, Perpus STAIMA akan mengangkat kisah perjuangan salah seorang mahasiswa STAIMA yang telah melalui masa-masa berat melawan penyakitnya. Semoga kisah ini dapat menginspirasi dan mendatangkan semangat agar kita tidak berputus asa dan terus semangat menghadapi segala kesulitan.
Ditemui di Perpustakaan STAI Al-Ma’arif Ciamis (12/01/2019), Rano (20) mahasiswa
semester empat Program Studi Manajemen Pendidikan Islam STAI Al-Ma’arif Ciamis
bersedia membagi pengalaman dan kekuatannya melalui masa-masa sulit ketika
tumor di pembuluh darah menggerogoti tubuhnya di sekitar wajah dan kepala. Tanpa
sama sekali merasa keberatan, Rano menceritakan awal mula sakit yang
dideritanya sejak dirinya baru lulus dari Madrasah Ibtidaiyah. Itu tahun 2011 usianya
baru menginjak 13 tahun, saat Rano tiba-tiba saja mengalami pendarahan dari
dalam hidungnya. Jelas bukan mimisan biasa karena darah yang mengucur sulit
dihentikan disertai dengan gumpalan-gumpalan cukup besar mirip darah yang membeku.
Baik Rano mau pun keluarganya tidak pernah menyangka bahwa pendarahan itu
disebabkan oleh tumor yang bersarang di pembuluh darah sekitar hidung dan
tenggorokannya, sebab tidak pernah ada tanda-tanda yang ia rasakan sebelumnya.
Tumor itu terdeteksi keberadaannya setelah beberapa mantri tidak
juga dapat menghentikan pendarahannya, Rano harus bersabar mendapatkan hasil
yang sama meski sudah dilarikan ke IGD. Baru setelah dirinya dibawa ke Klinik
Apotek Kotamas-Banjar, pendarahan itu dapat berhenti disertai dengan diagnosa
adanya tumor di pembuluh darah yang membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit
Bandung untuk menjalani operasi. Klinik Apotek Kotamas yang sudah menjadi
tempat Rano kontrol selama 7 tahun, dengan tangan terbuka akhirnya membebaskan
biaya kontrol dan konsultasi untuk Rano.
Bagi Rano, itu sangat meringankan bebannya. Sejak memutuskan untuk
operasi, kedua orang tua Rano mencari biaya dengan meminjam sana-sini kepada
sanak famili, yang akhirnya utang itu dilunasi dengan menjual kebon milik orangtua Rano.
Menunggu jadwal operasi, Rano menjalani rawat inap hingga 14
hari. Pendarahan yang dialaminya menghabiskan berkantung-kantung pakaian dan
tisu hampir setiap hari, namun anehnya itu tidak serta merta mendatangkan rasa
sakit, hanya pusing sesekali. Setelah menjalani operasi, Rano menjalani masa
pemulihan dan kontrol selama 15 hari sebelum pulang kembali ke Banjar untuk
melanjutkan aktifitas dan sekolahnya yang sempat tetinggal. Diantara yang ia
ceritakan paska operasi ialah keadaan begitu sakit yang ia alami saat
sekumpulan kasa yang dimasukkan ke dalam lubang hidungnya dan diikatkan pada langit-langit
mulutnya dilepas, menghasilkan rasa sakit yang tak tertahankan.
Kisah Rano belum selesai sampai di sini, sebab setahun
setelahnya, yaitu tahun 2012 Rano mengalami pendarahan kembali. Namun karena
keterbatasan biaya, Rano dan keluarganya lebih memilih pengobatan alternatif
daripada harus berobat medis. Pengobatan alternatif sempat dirasa berhasil
hingga 4 tahun kemudian, yaitu tahun 2016, pipi sebelah kanan Rano mengalami
pembengkakan, disertai rasa pusing, rabun pada mata, telinga yang sakit dan
hidung yang sulit mengambil nafas. Saat itu dokter menyatakan bahwa tumor jinak
itu tumbuh kembali sehingga meskipun jinak, tumor itu telah membuat tulang pipi
dan kepala bagian pelakangnya pecah. Hal ini menimbulkan sakit kepala sebelah
yang begitu hebat.
Dengan mengupayakan berbagai cara mendapatkan biaya untuk
berobat ke Bandung kembali, orang tua Rano rela pinjam sana sini meskipun
berakibat hutang yang membengkak oleh bunga. Malangnya, sampai di Bandung Rano
tidak bisa menjalankan operasi yang kedua kalinya karena posisi tumor yang
sudah menghampiri otak. Keadaan seperti ini membuat tindakan operasi menjadi
begitu beresiko. Keluarganya memutuskan untuk Rano menjalani radio terapi yaitu
radiasi/penyinaran selama dua bulan setiap hari berturut-turut kecuali pada hari
Sabtu dan Minggu. Selama radio terapi, Rano dan kedua orangtuanya menyewa
sebuah kos-kosan kecil yang tidak jauh dari rumah sakit dengan tarif Rp. 1 juta
per bulan. Setiap hari ayah Rano harus menganteri sejak pukul 2 dini hari yang
kemudian disusul Rano yang berangkat pukul 7 pagi dengan digendong ibunya. Pada
masa inilah kondisi Rano membaik di satu sisi sekaligus menurun di sisi yang
lain. Efek radiasi membuat rambut Rano rontok,kulit wajahnya hangus, HB yang
turun derastis sampai di angka 3 dan membuat Rano tidak berdaya melakukan
kegiatan apapun, dan yang juga menyiksanya ialah sariawan di seluruh bagian mulut
bersamaan dengan perubahan rasa di bagian lidah yang membuat Rano sulit
mengkonsumsi apapun. Air putih di lidahnya terasa begitu asam, sehingga hampir
selama 2 bulan Rano hanya bisa menelan teh manis kemasan yang sudah dikonsumsinya
berkarung-karung. Namun di tengah kondisi yang berat, Rano mengatakan bahwa alhamdulillah
bantuan demi bantuan berdatangan, dari kursi roda, hingga kendaraan yang
bersedia mengantarkannya sampai radio terapinya selesai.
Efek radiasi ini selain menumpas tumor yang membuat
pernapasannya lega kembali, sakit pada mata dan telinganya hilang, juga
menimbulkan efek serius pada jangka panjang. Seperti gigi yang kropos hingga tanggal satu persatu, juga produksi air liur yang sangat sedikit, sehingga Rano
sering merasa tenggorokannya terlalu kering dan sakit. Rano juga menceritakan
kondisi lubang hidungnya yang sudah rusak permanen, setiap beberapa hari sekali
Rano harus membersihkan kotoran hidung yang produksinya menjadi tidak normal
paska radiasi. Rano harus dengan rajin membersihkannya beberapa hari sekali
dengan menyemprotkan cairan infus melalui jarum suntik.
Hampir 3 bulan menjalani rawat jalan di Bandung, Rano
tertinggal cukup banyak pelajaran di sekolahnya. Namun semangat Rano tidak
pernah berhenti untuk melanjutkan sekolah. Sejak berada di bangku MI, Rano
sudah terbiasa bekerja sepulang ia dari sekolah. Ia bekerja di kebun
tetangganya, mengisi satu persatu polybag yang dihargai hanya Rp. 30 setiap
kantungnya. Uang yang ia hasilkan selama seminggu mencapai berkisar Rp 30.000,
itu berarti lebih dari 1000 kantung polybag yang telah ia hasilkan setiap
minggunya. Sejak kecil Rano juga senang dan tekun membuat aneka macam hasil karya menggunakan barang-barang disekitarnya, tidak hanya itu ia juga berbakat
dalam seni kaligrafi dan melukis, beberapa kali ia menjadi peserta paling muda
yang mewakili kecamatannya untuk mengikuti lomba kaligrafi. Kreativitasnya
inilah yang menghantarkannya pada bisnis (membuat Bros) yang ia tekuni hingga
saat ini, sebagai salah satu sumber mata pencahariannya untuk melanjutkan
kuliah, disamping ia juga mengajar di beberapa sekolah. Rano juga sudah
beberapa kali diminta berbagai institusi pendidikan maupun pemerintah desa
untuk mengisi program pemberdayaan melalui training yang pesertanya dari
berbagai latar usia, dari pelajar, mahasiswa, hingga ibu-ibu.
Saat duduk di bangku SMK, ibu Rano pernah menganjurkan Rano
untuk berhenti sekolah karena keadaan ekonomi keluarganya paska pengobatan
Rano. Namun Rano bukanlah pemuda yang mudah menyerah, ia mencari seribu cara
untuk tetap sekolah. Bahkan kini ia menyambung studinya dengan menjadi salah
seorang mahasiswa di Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Ma’arif Ciamis. Selain giat
dan kreatif, Rano juga tumbuh sebagai pelajar berprestasi. Meski dalam kondisi
fisik yang berbeda dengan teman-temannya, ia tetap menduduki posisi atas dalam
pelajaran. Ketertinggalan tidak membuatnya berhenti. Terbukti, ia berhasil
masuk SMK Negeri melalui jalur nilai rapot, meskipun pada awalnya ibunya
menyuruhnya untuk masuk SMA swasta karena jarak yang dekat. Namun alhamdulillah pilihannya untuk masuk SMK Negeri dapat ia pertanggung jawabkan
dengan baik, meskipun ia menghadapi keadaan yang cukup berat selama
menyelesaikan sekolahnya. Fisik yang lemah membuat ia harus beristirahat setiap
3 sampai 5 langkah sekali ketika dirinya pulang dari sekolah menuju
pemberhentian angkutan umum, sebelum akhirnya ada seorang dermawan yang meminjamkannya
motor. Ia juga pernah pingsan saat upacaya karena lemas, dan selama Rano menjalani
radio terapi, ia sempat tertinggal sekolahnya selama 1 semester. Namun ia
berhasil membuktikan bahwa ia dapat mengatasi itu semua dengan keberhasilannya
lulus tepat waktu. Dari kisah yang ia bagikan ini, menunjukkan bahwa sakit yang
diderita fisiknya, tidak sama sekali menggerogoti psikis atau jiwanya, sehingga
ia dapat terus melangkah dan meski
keadaannya pun begitu berat, selalu hadir dalam kehidupannya uluran tangan
orang-orang yang ikhlas membantu.
Tetap semangat kawanku, Rano . Mudah mudahan Alloh segera mengangkat penyakitmu . Luar biasa,, keadaan fisiknya sama sekali tak melelehkan semangatnya untuk terus maju . Semangat Rano !!!
BalasHapusAamiiin Aamiiin Aamiin ya rabbal aalamiiin.. Terimakasih doanya nur. . Semangat 💪💪
BalasHapussemangat no..ibu yg tau rano pertama semangat ingin kuliah dan jd saksi rano utk ttp kuliah
BalasHapusSemangat rano
BalasHapusSemangat rano
BalasHapus