sumber gambar: boombastis.com
Berapa ratus kali seseorang mengecek layar ponselnya dalam
sehari? Ledakan informasi sepertinya telah mendatangkan kesibukan lain di luar
aktivitas formal seseorang. Menerima kabar baru, mengomentari dan mengirimkan (share) nya kembali telah menjadi
rutinitas yang tidak kenal kata libur dalam keseharian kita. Ada yang
menempatkannya sebagai hiburan mengisi waktu kosong, dan ada yang menjadikannya
sebagai kebutuhan.
Banyak hal yang mungkin kita dapatkan dari aktivitas “pokok”
ini yang tidak dirasakan manusia yang hidup 20-50 tahun yang lalu. Tetapi hanya masing-masing diri kita yang tahu seberapa besar makna yang telah kita peroleh dari segala aktivitas yang telah kita lalui.
Berkaca dari kehidupan para pendahulu kita. Tokoh-tokoh
besar di masa lalu yang namanya abadi sepanjang zaman melalui karya-karya
mereka yang tak lekang waktu. Imam Syafi’i, Imam al-Ghazali, Badiuzzaman Said
Nursi adalah sedikit nama yang menunjukkan bahwa hidup yang bermakna bukan dilihat dari banyaknya usia seseorang.
Mereka membuktikan bahwa bilangan waktu yang sama yang
dimiliki setiap orang, tidak lantas menghasilkan sesuatu yang sama pula bagi setiap
orang. Perlakuan terhadap waktu lah justru yang akan menunjukkan tingkatan kualitas
hidup seseorang.
Lihatlah para ahli ilmu, dalam usia yang begitu singkat
(tidak sampai 100 bahkan 70 tahun) berapa kitab yang telah mereka hafal? Bukan
‘hanya’ 30 juz Al-Qur’an dan juga ribuan Hadits, mereka juga menghafal setiap
kitab yang mereka pelajari. Setiap kitab.
Kita ketahui kisah Imam Syafi’i yang telah menghafal
al-Qur’an sejak usianya menginjak tujuh tahun, beliau juga telah menghafal
ribuan hadits yang terkandung dalam kitab Muwatttha’
Imam Malik sehingga menjadi murid yang sangat disayangi Imam Malik karena
kecerdasannya. Kita mendengar juga kisah Imam Al-Ghazali yang memutuskan untuk
menghafal semua kitab yang dipelajarinya setelah kitab-kitabnya dirampok kawanan
pencuri. Begitulah cara beliau agar tidak kehilangan ilmu ketika kitab-kitabnya
hilang. Begitu juga Said Nursi, yang terkenal dengan hafalannya yang kuat dan telah mengarang ratusan kitab.
Mereka bukan hanya memiliki hafalan yang kuat tetapi juga
kemampuan menulis yang luar biasa. Seakan memantulkan perkataan Syaidina Ali
Kwh. “Ikatlah ilmu dengan menulis”, begitulah kiranya apa yang telah mereka
amalkan. Seakan belum cukup mengikatnya melalui hafalan.
Mereka telah menulis puluhan bahkan ratusan kitab. Apabila
karya-karya yang mereka tulis dikumpulkan menjadi satu, maka sepanjang hidup,
puluhan ribu kertas sudah mereka tulis. Banyak penulis masa kini yang mencoba membagi
jumlah lembaran yang mereka tulis dengan usia hidup mereka. Hasilnya? Jika
dibuat rata-rata, hampir setiap hari mereka menulis minimal 100 lembar. Usia
mereka dalam sehari = 100 lembar kitab. Ini mungkin jumlah yang minimal. Lantas
kapan mereka sempat menghafal? Menelaah? Mempelajari? Mengembara? Seakan-akan
mereka telah hidup selama ratusan tahun. Jika dibandingkan dengan kita, butuh
waktu berapa lama kira-kira bagi kita untuk menghasilkan kualitas mereka bahkan
hanya seukuran satu hari? Satu tahun? Dua tahun? Atau bahkan 10 tahun?
Inilah efek keberkahan waktu. Dan ini yang kita harapkan
dari singkatnya hidup manusia. Keberkahan waktu. Membuat waktu yang sedikit
memberikan efek yang panjang, sekan-akan kita hidup sangat lama. Inilah yang
kita harapkan diantara kepadatan aktivitas kita, kesibukan harian kita,
banyaknya pekerjaan yang harus kita selesaikan.
Tidak apa-apa jikalau kita belum bisa memberikan banyak
waktu untuk ilmu, untuk menghafal, untuk menelaah seperti yang dilakukan para
‘ulama masa silam, sehingga waktu mereka benar-benar bermakna. Tetapi kita
berharap setiap yang kita kerjakan adalah bagian dari ‘ibadah, mencari
keridhoan-Nya, melalui apapun bentuknya. Kita berharap dari amal-amal yang
sedikit, namun ikhlas kita lakukan, mengharap ridho dan balasan-Nya semata, menjadi
kan waktu kita penuh berkah. Bermanfaat. Bermakna. Tidak hanya untuk kita,
tetapi semoga juga untuk orang-orang lainnya, orang tua kita, keluarga,
sahabat, tetangga, masyarakat dan bukan tidak mungkin keberkahan waktu ini yang
akan membuat manfaat yang kita hasilkan abadi, terus mengalir melebihi singkatnya
hayat kita di dunia. Amin.
Komentar
Posting Komentar