Langsung ke konten utama

Aktor Pemimpin

Oleh:


Machmud Yunus, S.S. MA*
machmud_banyumas@yahoo.co.id

Krisis kepemimpinan sedang menerjang bangsa Indonesia, dimana ini bukanlah sebuah hal yang datang secara spontan. Teknologi dan informasi yang semakin mudah saat ini, tidak serta merta menjadikan bangsa lebih dewasa dan mempunyai jiwa kuat dibandingkan para pejuang dahulu. Fenomena yang ditunjukkan status-status dalam akun media sosial seperti facebook yang terlihat begitu berlebihan, terlalu mendramatisir dan mempertontonkan kegalauan, semakin menunjukkan kepribadian generasi hari ini yang kian rapuh dalam menghadapi berbagai persoalan yang sulit. 
Aktor pemimpin merupakan manusia pilihan yang tangguh, karena diharuskan menjadi punggung tempat bersandar masyarakat yang lemah. Ini mengingatkan penulis pada sosok pahlawan nasional; Soekarno dan Bung Hatta. Cara berfikir dan kecenderungan yang berbeda terlihat dari sosok Bung Karno yang meskipun terlahir dalam kondisi Indonesia sedang mengalami hegemoni masa pemerintahan Belanda, namun sosoknya memiliki jiwa reformis yang kental. Sedangkan Bung Hatta sebagai intelektual yang dingin, begitu gigih mencari ilmu pengetahuan sampai ke Negeri Belanda. Keadaan memang sangat sulit, tetapi semangat kemerdekaan Indonesia sebagai harga mati menggerakkan Bung Karno untuk turut mendorong perjuangan para pejuang muda sekaligus generasi tua untuk bisa merdeka dari kungkungan Hegemoni Barat. Hasilnya, ide pancasila yang diusung Soekarno dibawa ke kancah internasional sebagai sebuah ideologi internasional selayaknya demokrasi yang kita sanjung-sanjung selama ini.
Machiavelli melihat pengertian aktor dalam empat tipikal yang menentukan permainan sistem pemerintahan. 
Pertama; Pemimpin yang reformis : yaitu seorang pemimpin yang mampu untuk menentukan sebuah Negara, secara konsep untuk berpijak dalam pemerintahan. 
Kedua; Pemimpin yang mempunyai sifat Bulying; yaitu seorang tipikal pemimpin yang menindas rakyat untuk membentuk sebuah tatanan politik.
 Ketiga; Buying yaitu karakter pemimpin yang menerapkan politik dagang sapi dalam menjalankan roda kepemimpinannya. 
Keempat; Inspiring yaitu tipikal seorang pemimpin yang memberikan inspirasi kepada masyarakat dalam bentuk apapun sehingga mempunyai kharisma, yang menjadi power dalam kepemimpinannya.
Sebagai generasi muda, kita butuh aktor pemimpin reformis sekaligus inspiring.  Bangsa yang sudah lama berdiri ini sampai kapan harus terus berjalan tertatih-tatih dalam menjalankan roda kepemimpinannya? Sedangkan kita melihat para pemimpin yang menjadi tontonan dan masyarakat yang membangun kerajaan-kerajaan kecil dalam sistem kenegaraan. Masyarakat semakin terpuruk di tengah para pemimpin yang tidak mempunyai jiwa negarawan. Terbayang oleh penulis, para pejuang pasti menangis dalam alam kuburnya melihat anak cucunya saling berebut kursi kekuasaan di atas penderitaan rakyat.
Masyarakat Indonesia membutuhkan pemimpin yang mengabdi kepada rakyat. Dapat kita rasakan, di banyak daerah di Indonesia, pada tingkat kabupaten pun rakyat sudah banyak kecewa karena merasa bosan dengan janji-janji para pemimpin. Sekali waktu, ketika penulis mengalami bocor ban sepeda motor akibat jalanan yang rusak parah lagi berlubang saat melewati Majenang menuju Kota Ciamis, penulis mampir ke sebuah tambal ban. Kebetulan hari itu adalah hari pemilihan electoral bupati Banyumas sebagai wujud pesta demokrasi yang sekarang menjadi panutan insan di seantoro jagad. Dalam kondisi seperti itu, penulis bertanya pada penambal ban, “Pak, kenapa kok tidak ke TPS? Beliau menjawab Halah, mereka dipilih juga tidak pernah ada perubahan yang secara signifikan terhadap keadaan yang berdampak kepada kesejahteraan rakyat dibawah.” Bagi penulis, jawaban seorang penambal ban tersebut adalah potret rasa percaya rakyat terhadap pemimpin yang sudah luntur sehingga berdampak kepada turunnya harga diri dan legitimasi seorang pemimpin di mata rakyat.
Meskipun rakyat semakin cerdas terhadap siapa saja yang akan dipilih, tetapi dengan maraknya pemilihan secara langsung penulis melihat banyak masalah yang dihadapi dalam praktek politik di lapangan - yang sangat berbeda dari seharusnya. Pada prakteknya, untuk pemilihan seorang kepala desa saja sekarang prosesnya sudah kotor. Mereka menggiring masyarakat untuk memilih calon pemimpin mereka dengan menggunakan uang, dan  bukan dengan mengunggulkan dedikasi dan integritas pengabdian yang dimiliki para calon pemimpin. Bahkan untuk tingkat kepala desa, calon pemimpin berani membayar Rp. 250.000  per kepala. Hal inilah yang dimaksud dengan buying dalam kontrak politik yang seterusnya akan berdampak pada kinerja kepemimpinan. Oleh sebab kepemimpinan mereka dihasilkan dengan bayaran yang besar, mereka berpikir buat apa lagi mereka bekerja keras untuk membangun dan mengabdi kepada masyarakat.
Syukurlah kecerdasan masyarakat sekarang dalam memilih seorang pemimpin sudah mulai terbangun, ini nampak dari selogan “terima uangnya tapi jangan pilih orangnya” yang sudah menjadi prinsip umum di masyarakat. Atau dengan kata lain, tolak semua yang diberikan oleh semua calon pemimpin kecuali yang dekat kekerabatannya dalam keluarga. Dengan kata lain, pilihlah pemimpin yang ada hubungan keluarga saja karena kalaupun tidak jadi, setidaknya kita sudah memberikan sumbangsih pada keluarga. Proses politik yang sudah tidak sehat juga nampak dengan adanya anggapan masyarakat bahwa agar memperoleh kemenangan, seorang pemimpin harus mempunyai 3D; Duit, Dulur (saudara) baru ada Do’a. Uang itulah daya tarik masyarakat dalam memilih, ditambah dengan atribut lain seperti kaos ataupun benda-benda lain yang menggiurkan. Bahkan di daerah calon incumbent, pejabat-pejabat yang tidak mau memperbaiki jalan selama dirinya mejabat, tiba-tiba mau memperbaiki jalan di akhir jabatannya agar dirinya dipilih lagi. Hitung-hitung kampanye gratis.
Sudah tidak zamannya lagi berkampanye dengan janji-janji dalam politik zaman sekarang, karena masyarakat sudah mulai cerdas dalam menilai seorang pemimpin yang lebih mengedepankan tindakan dan bukti, bukan mengedepankan janji-janji karena haus kursi jabatan sehingga menggunakan segala cara yang akhirnya menodai moralnya sebagai pemimpin.
Siapakah aktor pemimpin yang reformis itu? Yaitu aktor pemimpin yang bisa mengendalikan sebuah sistem karena pemimpin tersebut mempunyai kejantanan dan ketegasan sehingga mempunyai legitimasi dari rakyatnya. Selanjutnya adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengabdi untuk rakyat bukan mempunyai harapan untuk menduduki jabatan atau kekuasaan yang tujuannya adalah menumpuk kekayaan. Seorang pemimpin yang diharapkan oleh rakyat adalah pemimpin yang banyak bertindak, bukan banyak berjanji. Sebagai contoh; seseorang yang mau mencalonkan diri sebagai bupati tidak usah banyak berjanji, tetapi bertindaklah terlebih dahulu dengan membangun jalan, misalnya. Maka dengan sendirinya masyarakat akan ikut mendorong agar dirinya bisa menjadi pemimpin. Indonesia merindukan pemimpin rakyat yang bisa mengayomi, mensejahterkan dan menyejukkan. (Editor: Admin)

*Penulis merupakan Dosen STAI Al-Ma’arif Ciamis Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, alumni Pasca Sarjana UGM Hubungan Internasional Kajian Politik Internasional (Middle East Studies).








Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah yang tidak berhenti, membuktikan bahwa penyakit hanya menggerogoti fisiknya, bukan jiwanya

Pada entri pertama ini, Perpus STAIMA akan mengangkat kisah perjuangan salah seorang mahasiswa STAIMA yang telah melalui masa-masa berat melawan penyakitnya. Semoga kisah ini dapat menginspirasi dan mendatangkan semangat agar kita tidak berputus asa dan terus semangat menghadapi segala kesulitan. Ditemui di Perpustakaan STAI Al-Ma’arif Ciamis (12/01/2019), Rano (20) mahasiswa semester empat Program Studi Manajemen Pendidikan Islam STAI Al-Ma’arif Ciamis bersedia membagi pengalaman dan kekuatannya melalui masa-masa sulit ketika tumor di pembuluh darah menggerogoti tubuhnya di sekitar wajah dan kepala. Tanpa sama sekali merasa keberatan, Rano menceritakan awal mula sakit yang dideritanya sejak dirinya baru lulus dari Madrasah Ibtidaiyah. Itu tahun 2011 usianya baru menginjak 13 tahun, saat Rano tiba-tiba saja mengalami pendarahan dari dalam hidungnya. Jelas bukan mimisan biasa karena darah yang mengucur sulit dihentikan disertai dengan gumpalan-gumpalan cukup besar mi...

ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS

  ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS               Oleh : Deni Supriadi, S.S, M.A.                 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MA’ARIF CIAMIS Jl. Umar Saleh Imbanagara Raya Ciamis 46211 Telp./Fax. (0265) 772589 E-mail: stai_almaarif@yahoo.co.id 2020 ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS       Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk untuk memperoleh gambaran tentang Analisis Kompetensi Profesional Guru Bahasa Arab saat Mengajar di SMA Negeri 1 Ciamis . Metode yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan angket. Teknik analisis data   menggunakan analisis deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil peneliti...

PEMIKIRAN TAFSIR ABU HAYYAN AL-ANDALUSI DALAM AL-BAHR AL-MUHITH

Oleh H. Ahmad Ridla Syahida, Lc., M.Ag. ridla.ars@gmail.com Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Arab STAI Al-Ma’arif Ciamis BAB I PENDAHULUAN Bagi kaum muslimin, Al-Quran selain dianggap sebagai kitab suci ( scripture ), ia juga merupakan kitab petunjuk (QS. Al-Baqarah:2). Oleh karena itu, ia selalu dijadikan rujukan dan mitra dialog dalam menyelesaikan problem kehidupan yang mereka hadapi. Al-Quran benar-benar bukan hanya menempati posisi sentral dalam perkembangan ilmu-ilmu keislaman, melainkan juga menjadi inspirator dan pemandu gerakan dan dinamika umat islam sepanjang kurang lebih empat belas abad yang lalu. Hingga kini gema keagungan Al-Quran masih dirasakan pengaruhnya oleh setiap jiwa insan qurani. Bagaimana sejarah mencatat bahwa umat islam pada masa awal tidak hanya membaca Al-Quran, tetapi mampu memahami dan mengkontekstualisasikan Al-Quran kedalam nilai-nilai praktis, menjadi etos kerja, dan etos berperadaban yang tinggi.Tidaklah salah jika Al-Quran menjadi sala...