Langsung ke konten utama

Tidak Harus Menunggu 'Sulit' untuk Bangkit


Umumnya, orang-orang besar lahir dari keadaan yang sulit; peperangan, kemiskinan, penyakit atau bahkan penjara seringkali menjadi sebuah titik balik yang merubah hidup orang-orang besar sehingga nama-nama mereka dikenang oleh dunia. Tetapi apakah untuk menjadi besar diperlukan keadaan yang sulit terlebih dahulu? apakah seseorang bisa menjadi besar tanpa harus melalui peperangan, kemiskinan, penyakit atau penjara? Jawabannya tentu saja bisa!

Untuk menjadi besar memang harus melalui kesulitan, sebagai batu loncatan agar kita dapat melompat lebih tinggi daripada yang kita kira. Maka istilah ‘titik balik’ menjadi sebuah frasa yang dikira tepat, sebab setelah sesuatu mencapai puncaknya baik itu keadaan di atas maupun di bawah, sesuatu itu akan menemukan ujung yang membuatnya berbalik. Seperti halnya bola yang dipantulkan. Kesulitan bukan hanya pasti ada, bahkan harus ada. Harus. Sebab tanpa kesulitan, kita tidak pernah bisa membuktikan besarnya kekuatan kita karena kekuatan bukanlah sesuatu yang hanya bisa dikira atau dibangun di dalam pikiran. Kesulitan itulah medianya. Itu sebabnya kecepatan lari seseorang yang dikejar anjing akan lebih kencang daripada ketika lari bukan karena dikejar anjing. Gunanya kesulitan adalah untuk menemukan sebenarnya batas-batas kekuatan kita di luar batas-batas yang hanya timbul dari bayang-bayang kita.

Tetapi, apa yang dimaksud dengan kesulitan inilah yang akan benar-benar mengubah kita. Jika kita menganggap kesulitan hanya pada kemiskinan, rasa sakit, peperangan dsb., maka selamanya kita tidak akan menjadi siapa-siapa selama ketiganya tidak kita rasakan. Karena itu, cara pandang kita dalam menilai dan mengukur kesulitan harus di arahkan pada standar yang benar. Ini yang akan menentukan apakah kita sebenarnya dalam keadaan sulit atau tidak.

Sejatinya jika kita dapat merenunginya baik-baik dan membawa kekhusuan batin kita, hidup di dunia itu adalah ujian. Susah ujian, senang pun ujian. Sebab dunia ini tempat bercocok tanam, yang menjadikannya sebagai lahan perjuangan. Jadi seharusnya waktu kita di dunia adalah waktu-waktu yang kita gunakan untuk berjuang. Tidak ada cerita kehidupan yang selamanya senang, selama kita masih ada di dunia. Sebab kesenangan pun pada sisi yang lain memiliki kesusahannya tersendiri. Seperti kesenangan dalam banyaknya harta; yangmana harta tersebut akan kita pertanggung jawabkan akhirnya sehingga kesenangan kita terhadap harta mendatangkan perjuangan tersendiri untuk kita dapat menggunakan harta tersebut justru untuk melawan keinginan-keinginan yang sebenarnya bisa kita dapatkan. Singkatnya, kesenangan justru ujian yang lebih sulit karena ujian yang terkandung di dalamnya sering kita lalaikan.

Oleh karena itu, kesulitan adalah hal yang selalu bisa kita ‘ciptakan’ untuk membuat diri kita bangkit dan tidak terlena dengan kesenangan yang belum saatnya kita habiskan. Maka yang terpenting sebenarnya, adalah menghadirkan kesulitan dalam hati kita sehingga kita senantiasa merasa waspada. Ini yang lebih sulit ketimbang kesulitan yang memang lahir dan hadir dari situasi di luar diri kita. Itu sebabnya, kita semua sebenarnya bisa bangkit tanpa harus menunggu keadaan yang mengubah kita, jikalau kita mau melihat dunia ini sesuai dengan hakikatnya; yaitu sebagai ladang perjuangan. Artinya setiap saat sebenarnya kita dalam keadaan sulit, bahkan bisa jadi terus menerus dalam peperangan, alias perang melawan hawa nafsu. Hanya kita sering kali kalah dengan tipu daya dan penglihatan kita, alhasil kita merasa kehidupan kita selalu lebih beruntung daripada kehidupan orang-orang susah yang ada di sekitar kita atau nun jauh di sana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah yang tidak berhenti, membuktikan bahwa penyakit hanya menggerogoti fisiknya, bukan jiwanya

Pada entri pertama ini, Perpus STAIMA akan mengangkat kisah perjuangan salah seorang mahasiswa STAIMA yang telah melalui masa-masa berat melawan penyakitnya. Semoga kisah ini dapat menginspirasi dan mendatangkan semangat agar kita tidak berputus asa dan terus semangat menghadapi segala kesulitan. Ditemui di Perpustakaan STAI Al-Ma’arif Ciamis (12/01/2019), Rano (20) mahasiswa semester empat Program Studi Manajemen Pendidikan Islam STAI Al-Ma’arif Ciamis bersedia membagi pengalaman dan kekuatannya melalui masa-masa sulit ketika tumor di pembuluh darah menggerogoti tubuhnya di sekitar wajah dan kepala. Tanpa sama sekali merasa keberatan, Rano menceritakan awal mula sakit yang dideritanya sejak dirinya baru lulus dari Madrasah Ibtidaiyah. Itu tahun 2011 usianya baru menginjak 13 tahun, saat Rano tiba-tiba saja mengalami pendarahan dari dalam hidungnya. Jelas bukan mimisan biasa karena darah yang mengucur sulit dihentikan disertai dengan gumpalan-gumpalan cukup besar mi...

ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS

  ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS               Oleh : Deni Supriadi, S.S, M.A.                 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MA’ARIF CIAMIS Jl. Umar Saleh Imbanagara Raya Ciamis 46211 Telp./Fax. (0265) 772589 E-mail: stai_almaarif@yahoo.co.id 2020 ANALISIS DESKRIPTIF TENTANG KOMPETENSI BERBAHASA GURU BAHASA ARAB SAAT MENGAJAR DI SMA NEGERI 1 CIAMIS       Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk untuk memperoleh gambaran tentang Analisis Kompetensi Profesional Guru Bahasa Arab saat Mengajar di SMA Negeri 1 Ciamis . Metode yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan angket. Teknik analisis data   menggunakan analisis deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil peneliti...

PEMIKIRAN TAFSIR ABU HAYYAN AL-ANDALUSI DALAM AL-BAHR AL-MUHITH

Oleh H. Ahmad Ridla Syahida, Lc., M.Ag. ridla.ars@gmail.com Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Arab STAI Al-Ma’arif Ciamis BAB I PENDAHULUAN Bagi kaum muslimin, Al-Quran selain dianggap sebagai kitab suci ( scripture ), ia juga merupakan kitab petunjuk (QS. Al-Baqarah:2). Oleh karena itu, ia selalu dijadikan rujukan dan mitra dialog dalam menyelesaikan problem kehidupan yang mereka hadapi. Al-Quran benar-benar bukan hanya menempati posisi sentral dalam perkembangan ilmu-ilmu keislaman, melainkan juga menjadi inspirator dan pemandu gerakan dan dinamika umat islam sepanjang kurang lebih empat belas abad yang lalu. Hingga kini gema keagungan Al-Quran masih dirasakan pengaruhnya oleh setiap jiwa insan qurani. Bagaimana sejarah mencatat bahwa umat islam pada masa awal tidak hanya membaca Al-Quran, tetapi mampu memahami dan mengkontekstualisasikan Al-Quran kedalam nilai-nilai praktis, menjadi etos kerja, dan etos berperadaban yang tinggi.Tidaklah salah jika Al-Quran menjadi sala...