sumber gambar: kompasiana.com
Biografi adalah kisah atau keterangan tentang hidup
seseorang. Banyak sekali buku-buku yang memuat tentang biografi tokoh besar
seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, B.J. Habibie, dan lain-lain.
Akan tetapi buku-buku biografi tersebut kurang diminati oleh
masyarakat, terutama kalangan anak muda. Buku-buku tersebut dikalahkan oleh
munculnya novel-novel zaman sekarang yang notabene isinya tentang romantisme
dan asmara, padahal buku itu hal sangat berpengaruh terhadap pemikiran, sikap,
dan jiwa seseorang.
Ditambah lagi tingkat literasi di Indonesia yang masih
kurang. Jangankan masyarakat, pelajar-pelajarnya saja sudah enggan bertemu
dengan buku-buku. Mereka lebih asyik dengan game, film dan musik. Buku adalah
senjata paling ampuh untuk mempengaruhi pola fikir seseorang sebab di sana
secara tidak disadari maupun disadari, kita ikut terhanyut dalam pesan-pesan
dalam buku-buku yang kita baca.
Alangkah baiknya apabila kita membaca dan menelaah buku
tentang biografi tokoh-tokoh bersejarah bangsa kita. Mereka adalah teladan dalam
mencetak generasi mendatang atau yang sering kita sebut dengan generasi
milenial. Sebab, maju mundurnya suatu bangsa itu 60-70% berada di tangan anak
mudanya, menurut Mr. Syafii Efendi.
Dan itu semua berawal dari pola fikir. Karena otak (mindset)
adalah tumpuan segala gerak kita yang harus diluruskan dengan hati yang taqwa.
Dengan membaca biografi, kita akan mengenal sisi kehidupan, keluarga, pendidikkan
dan gerak perjuangan seseorang.
Tidaklah mungkin kisah hidup mereka dibukukan, jika tidak
diisi keteladanan. Contohnya, Moh. Hatta. Wakil presiden RI pertama ini, adalah
tokoh yang heroik. Ada yang menyatakan bahwa istri pertamanya adalah buku, saking
beliau tak bisa jauh dari kebiasaan membaca.
Saat diasingkan di Digul dan Banda Neira, Hatta membawa 12 koper berisi buku-buku. Segalanya tentang buku, dan buku adalah sahabat sejatinya. Jiwa
patriotisme Moh. Hatta nampak sewaktu menjadi anggota Perhimpunan Pemuda
Indonesia (PPI). Hatta sempat dipenjara selama 5 setengah bulan di Belanda
karena menentang pemerintahan Belanda. Tidak terima atas penjajahan mereka yang
semena-mena. Ada satu kalimat yang sangat menyentuh semangat untuk kita,
“Kejujuran melarang kami menjadi pengecut. Kami berjuang
untuk suatu cita-cita tinggi kami, dan lari hanya merusak tujuan kami sendiri.”
Kata-kata itu lahir dari seorang tokoh pergerakan yang rela
berjuang, meninggalkan kampung halaman, keluarga, rela dibuang, diasingkan, di
penjara hanya untuk cita-cita mulia, kemerdekaan bangsa Indonesia dan
pendidikannya.
Jadi banggalah kita mengenal sejarah hidup mereka, sebab
mereka berjuang dengan keringat, air mata, bahkan darah. Untuk siapa? Untuk
kita generasi mendatang yang akan menentukan masa depan bangsa ini. Jadi, sepatutnya
kita meneladani mereka yang telah mendedikasikan hidupnya untuk banyak orang.
Penulis: Nurlatifah (Mahasiswi Semester 3 Prodi PBA STAIMA Ciamis)
Komentar
Posting Komentar